Rahasia Kesuksesan Kurnia Effendi (Sastrawan Indonesia)

Rahasia Kesuksesan Kurnia Effendi (Sastrawan Indonesia)

DEPOK, Koran KOTA – Kamis (10/12), Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Jurusan Teknik Grafika & Penerbitan (TGP) Program Studi Jurnalistik mengadakan Kuliah Umum yang bertajuk “Koleksi Judul & Bermain Adrenalin” yang diadakan di Aula TGP lantai 2 gedung Z dengan Kurnia Effendi (seorang penyair, pengarang: cerpen dan novel) sebagai pembicara tunggal dan dua orang mahasiswa yang menjadi MC yaitu, Muhammad Adhi Sulistyo dan Risni Sapitri.

Acara ini dibuka dengan kata sambutan oleh salah satu dosen yaitu, Drs. M. Fauzy, M.Psi. Setelah itu, MC membacakan biografi singkat Kurnia Effendi dan dilanjutkan dengan pembacaan puisi karyanya oleh beberapa mahasisiwi. Puisi yang dibacakan diantaranya adalah “Nyanyian Ibu”, “Lelaki Semburat Matahari”, “Sketsa Hujan”, dan lain-lain.

Setelah pembacaan puisi, dilanjutkan dengan penampilan tiga orang mahasiswa yang menampilkan musikalisasi puisi yang diiringi dengan alunan musik gitar dan harmonika yang dimainkan oleh Annisa Ramadhannia serta puisi yang diciptakan sendiri oleh Herdi Alif Alhikam. Saat dikonfirmasi, ternyata persiapan mereka kurang dari sejam sebelum dimulainya acara tersebut. “Itu latihannya baru tadi loh. Tadi latihannya ga nyampe dua jam,” ujar Hotlas Mora Sinaga yang memainkan gitar serta bernyanyi dipenampilan musikalisasi puisi, Kamis (10/12).

Setelah beberapa penampilan tadi usai, akhirnya sang “bintang” pun tampil memberikan kuliah umum bagi para mahasiswa. Ia tak menyangka bahwa beberapa puisi karangannya akan dibacakan di acara tersebut.

Pria berkemeja ungu dengan lengan baju yang digulung hingga siku ini menceritakan masa kecilnya. Dulu, ayahnya adalah seorang tentara AU (Angkatan Udara), namun setelah ayahnya meninggal keluarga mereka pindah ke Slawi. Tak lupa juga ia mengatakan bahwa ia menempuh pendidikan dasarnya di Yogyakarta. Saat kelas 1 SMP, guru bahasa Indonesianya, Susanto meminta ia membacakan puisi dengan judul “Pahlawan Deklamator” dan meraih juara 1. Kelas 2 SMP, ia mendapat tugas mengubah puisi menjadi prosa dengan judul “Pulau Timbul Tenggelam” dan mendapat nilai tertinggi kemudian prosanya menjadi teks dalam ujian bahasa Indonesia di sekolahnya. Talentanya mulai kelihatan berkat gurunya.

Lulus SMP, ia merantau ke Semarang untuk melanjutkan pendidikannya. Ia memilih STM dengan jurusan bangunan di Semarang. Alasan ia memilih STM, karena ia berpikir setelah lulus dari STM ia akan langsung bekerja untuk membiayai ketiga adiknya karena sejak ayahnya meninggal, mereka hidup hanya dari uang pensiun. Ia menyelesaikan pendidikannya pada jurusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa & Desain ITB, tahun 1991. Semasa kuliah, dia menjabat sebagai presiden Grup Apresiasi Sastra ITB (GAS-ITB). Kemudian setelah pindah ke Jakarta, ia bergabung dengan Komunitas Sastra Indonesia.

Kegiatan menulisnya dimulai di Semarang, dengan tema-tema remaja. Berlanjut di Bandung, dan akhirnya merasa matang di Jakarta. Namanya mulai dikenal setelah karya-karyanya dimuat diberbagai media massa, antara lain majalah Gadis, Anita Cemerlang, dan surat kabar Sinar Harapan. Pria bersarung batik kuning ini mengatakan bahwa ia termotivasi dengan ucapan Kurnia Usman, penulis buku Ziarah yang Terpanjang. “Lima persen cukup selanjutnya adalah latihan,” ucapnya.

1 April 1996, ia bekerja di Suzuki padahal ia tidak memiliki background (latar belakang) teknik mesin. Meskipun begitu, ia tetap menulis. “Apapun background Anda, Anda pasti bisa menulis,” ucapnya. “Contohnya Mira W., ia seorang dokter namun ia menjadi penulis novel,” lanjutnya.

Kurnia Effendi atau yang biasa disapa bang Keff ini telah meraih 30 penghargaan, diantaranya juara 1, juara harapan, dan sebagainya. Pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 20 Oktober 1960 ini menyampaikan apa yang menjadi inspirasi dan motivasinya menulis. “Yang menginspirasi saya adalah satrawan terdahulu, kalau motivasi saya karena saya berhutang jasa kepada para pahlawan penulis yang sebelumnya,” ujarnya.

Setelah kuliah umum selesai, ada sesi tanya-jawab. Salah satu mahasiswi yang mengajukan pertanyaan, Sandra menanyakan pendapatnya apakah penulis yang baik itu yang karyanya dimuat. Ia menjawab. “Tidak. Penulis yang baik itu yang karyanya komunikatif,” begitu jawabnya. (ksp)

Comments

Menarik

Makalah Proses Komunikasi

Pencetakan E-KTP Massal

Review: Individualist Ms. Ji-Young