Review: Merah Putih Memanggil (2017)
Review:
Merah Putih Memanggil (2017)
Oleh Kaspriliani/PNJ
Pemain:
1. Mentari De Marelle
2. Verdy Bhawanta
3. Aryo Wahab
4. Restu Sinaga
5. Prisia Nasution
6. Maruli Tampubolon
Detail Film:
1. Jenis: Drama
2. Sutradara: Mirwan Suwarso
3. Rumah Produksi: TB Silalahi Pictures
4. Penulis Naskah: TB Silalahi
5. Produser: Josie S. Karjadi
6. Tanggal Rilis: 5 Oktober 2017 (Indonesia)
7. Durasi: 2:02:48
8. Negara Asal: Indonesia
9. Bahasa: Indonesia
Sinopsis:
Cerita film ini dimulai
dengan adanya pembajakan kapal pesiar ukuran sedang berbendera Indonesia, Merah
Putih, di wilayah perairan Indonesia oleh teroris internasional. Satu orang
awak kapal ditembak mati di kapal karena melakukan pembangkangan. Empat orang
awak kapal termasuk kapten beserta tiga orang warga negara Perancis, satu orang
warga negara Kanada, dan satu orang warga negara Korea Selatan diculik dan
dibawa ke suatu daerah di bagian selatan negara tetangga.
Pimpinan penculik meminta
tebusan dari negara-negara yang warga negaranya diculik dan sudah barang tentu
termasuk Indonesia. TNI tidak bisa berbuat apa-apa karena teroris itu berada di
negara lain. Negara tetangga tersebut juga sedang kewalahan menghadapi para
teroris ini karena Pemerintahnya sendiri mengalami banyak masalah dalam negeri.
Namun, karena pendekatan dari Pemerintah Indonesia, negara tetangga tersebut
memberi izin dan kesempatan kepada TNI untuk masuk ke daerahnya guna
membebaskan sandera yang dibatasi dalam waktu 2x24 jam.
TNI membuat rencana Operasi
Gabungan yang melibatkan semua Angkatan. TNI AD melakukan operasi tertutup/pendadakan
dengan mengirimkan satu tim dari Batalyon Anti Teror Kopassus yang diterjunkan
malam hari secara free fall. Dalam
keadaan siap siaga akan dibantu pesawat tempur dari TNI AU, serta kapal-kapal
perang TNI AL di pantai, dan juga operasi Kopaska atau Pasukan Katak dan Batalyon
Marinir untuk didaratkan. Dengan beberapa strategi, akhirnya mereka berhasil
menghadapi musuh dan menyelamatkan sandera.
Review:
Awal film memang sudah menegangkan, mulai dari latar
suara, pemilihan tokoh, dan adegan. Tapi, inilah yang membuat penonton merasa
betah dan merasakan ketegangan. Baru scene
pertama, teroris yang menyandera penumpang kapal berbendera Indonesia, menembak
mati seorang tawanan yang telah disandera oleh mereka terlebih dahulu. Orang
itu ditembak langsung tepat di bagian kepalanya dan disaksikan oleh “mangsa
baru” teroris tersebut.
Film ini sangat tak dianjurkan untuk ditonton anak
dibawah usia tiga belas tahun karena selain drama, film ini mencampurkan unsur
kekerasan dan hal-hal yang menjijikkan. Di awal kemunculan film memang sudah
diperingatkan bahwa film ini untuk penonton berusia tiga belas tahun ke atas.
Tapi, tetap saja banyak para orang tua yang mengajak anak-anaknya yang masih
berusia kurang dari tiga belas tahun.
Karena film ini diproduksi oleh TNI (Tentara Nasional
Indonesia), Panglima TNI Gatot Nurmantyo, bersedia mengganti biaya yang
dikeluarkan anggota beserta keluarga mereka jika menonton film ini. Tak heran
jika penonton di dalam bioskop dominan orang-orang berseragam loreng-loreng
atau hijau. Tujuan film ini dibuat ialah untuk memperingati HUT TNI yang jatuh
pada 5 Oktober. Untuk itulah film ini rilis pada tanggal yang sama dengan HUT
TNI sekalian memamerkan alutsista milik TNI.
Isi film ini benar-benar tentara banget, seperti push-up dengan
tiga jari, bersembunyi di dalam hutan dan di dalam air, memakan makanan kemasan
kaleng, menangkap ular dengan tangan kosong dan menyantapnya mentah-mentah.
Menuang bubuk morfin pada luka, telunjuk yang terserempet peluru musuh hingga
patah lalu menarik patahan telunjuk itu dengan giginya. Ada pula adegan
menjahit lengan yang terkena peluru tanpa diberi anestesi (obat bius).
Selain itu, ada TNI yang tertangkap musuh. Kemudian
pahanya ditusuk lawan agar mau berbicara dan perjuangan TNI itu berakhir dengan
dibakar hidup-hidup. Sandera yang dieksekusi teroris diangkut, kaki dan tangan
diikat pada sebuah bambu yang dipanggul di atas bahu dua orang –depan dan
belakang-, lalu mayat itu dilempar begitu saja di atas tumpukan belasan sandera
yang telah mereka eksekusi.
Akhir film ini sangat mengharukan. Misi telah berakhir,
saatnya mereka kembali ke Tanah Air. Baru saja pesawat AU (Angkatan Udara) yang
mereka naiki terbang, salah seorang TNI menghembuskan napas terakhirnya di situ
dengan mata yang terbuka. Kemudian penutup film ini ialah prosesi pemakaman
secara militer di TMP (Taman Makam Pahlawan) Kalibata, Jakarta Selatan.
Jika kalian pernah membaca “Kejarlah Daku Kau
Kusekolahkan” karya Alfian Hamzah yang ditulis pada 3 Februari 2003 (https://www.pantau.or.id/?/=d/264),
kalian akan merasa film ini merupakan versi visual karya Alfian Hamzah. Tapi,
sensasi antara keduanya berbeda.
Penulis naskah film ini patut diacungi jempol. Ia adalah Letjen TNI (Purn). Dr. (HC) Tiopan
Bernhard Silalahi atau biasa disapa TB Silalahi (lahir di Pematangsiantar, 17 April 1938). Ia
ini mantan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
pada Kabinet Pembangunan
VI. Di Balige, Toba Samosir,
Sumatera Utara dibuat museum pribadinya yang dinamakan Museum T.B. Silalahi
Center. Di museum ini berisi jejak langkahnya mulai dari bangku sekolahnya dulu
hingga mobil-mobil yang pernah dinaikinya. Selain penulis, pemain film ini ikut
mendukung suksesnya film ini.
Nilai: 9
dari 10 poin (untuk adegan yang ekstrim)
Pernah dimuat di mindis.id pada Kamis, 23 November 2017
Review: Merah Putih Memanggil (2017)
Comments